Penulisan Kata
1.
Berikut
adalah ringkasan pedoman umum penulisan kata :
a.
Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya: ibu, percaya, kantor
b.
Kata
Turunan
1.
Imbuhan
(awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya: dikelola, bergeletar, dan penetapan.
2.
Jika
bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan
kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, garis
bawahi
3.
Jika
bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Mislanya: menggarisbawahi, penghacurleburan
4.
Jika
salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai. Misalnya: adipati, mahasiswa,
mancanegara.
Catatan:
|
1)
Jika
bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di
antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
|
|
|
Misalnya:
·
non-Indonesia
·
pan-Afrikanisme
|
|
|
2)
Jika
kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata
yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
|
|
|
Misalnya:
·
Mudah-mudahan Tuhan
Yang Maha Esa melindungi kita.
·
Marilah kita bersyukur
kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
|
|
|
|
c.
Bentuk
Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya: anak-anak, gerak-gerik
d.
Gabungan Kata
1.
Gabungan
kata yang lazin disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya
ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, orang tua, kambing hitam
2.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang
mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung
untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Misalnya:
alat pandang-dengar
3.
Gabungan
kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali,
matahari, manasuka
e.
Kata
Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya
Kapa ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: kumiliki, kauambil, bukuku, rumahmu, bajunya
f.
Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. Misalnya: di lemari ke pasar, dari Banjarmasin
g.
Kata si
dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: sang Kancil, si pengirim
h.
Partikel
1.
Paratikel
–lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
2.
Partikel
pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun yang dimakannya,
ia tetap kurus.
3.
Partikel
per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian
kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya: …per 1 April.
i.
Singkatan
dan Akronim
1.
Singkatan
ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.
·
Singkatan
nama orang orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan
tanda titik. Misalnya: A.S.
Kramawijaya
·
Singkatan
nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta
nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf
kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misanya: DPR
·
Singkatan
umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu
tanda titik. Misalnya: dll.
·
Lambang kimia, singkatan satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya: Cu, TNT, Rp
2.
Akronim
ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata ataupun
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan
sebagai kata.
·
Akronim nama
diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan
huruf kapital. Misalnya: ABRI, LAN,
IKIP
·
Akronim nama diri yang berupa gabungan suku
kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf
awal huruf kapital Misalnya: Akabri,
Bappenas
·
Akronim yang bukan nama diri yang berupa
gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: pemilu, radar, rapim
Catatan:
Jika
dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:
A. Jumlah
suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazin pada kata
Indonesia
B. Akronim
dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang
sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
j.
Angka
dan Lambang Bilangan
1.
Angka
dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka Arab:
0, 1, 2 Angka Romawi: I, II
2.
Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran
panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv)
kuantitas. Misalnya: 0,5
sentimeter, 100 yen
3.
Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor
jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
4.
Angka digunakan juga untuk menomori bagian
karangan dan ayat kitab suci. Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman
252
5.
Penulisan lambang bilangan dengan huruf
dilakukan sebagai berikut.
·
Bilangan
utuh. Misalnya: dua puluh dua, dua ratus dua puluh dua
·
Bilangan
pecahan. Misalnya: seperenam belas, tiga dua pertiga
6.
Penulisan lambang bilangan tingkat dapat
dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya: Paku
Buwono X, Bab II, Tingkat V, Abad ke-20
7.
Penulisan
lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara yang berikut.
Misalnya: tahun ’50-an, uang 5000-an
8.
Lambang
bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf
kecuali jika beberapa lambang bilagan dipakai secara berurutan, seperti dalam
perincian dan pemaparan. Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
9.
Lambang
bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, sesunan kalimat
diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata
tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
10. Angka
yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih
mudah dibaca. Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinaman 250 juta rupiah.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan
huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan
kuitansi. Misalnya: Kantor kami memunyai dua puluh orang pegawai.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan
huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya
lampirkan tanda uang sebesar Rp 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan
dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
2.
Kata
turunan
Secara umum, pembentukan kata
turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang ada di
bagian sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk
melengkapi aturan tersebut.
a. Jenis imbuhan
Jenis imbuhan dalam bahasa
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
1.
Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari
salah satu awalan atau akhiran.
1.
Awalan: me-, ber-, di-,
ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
2.
Akhiran: -kan, -an, -i,
-lah, dan -nya
2.
Imbuhan gabungan; gabungan dari lebih
dari satu awalan atau akhiran.
1.
ber-an
dan ber-i
2.
di-kan
dan di-i
3.
diper-kan
dan diper-i
4.
ke-an
dan ke-i
5.
me-kan
dan me-i
6.
memper-kan
dan memper-i
7.
pe-an
dan pe-i
8.
per-an
dan per-i
9.
se-nya
10. ter-kan
dan ter-I
3.
Imbuhan spesifik; digunakan untuk
kata-kata tertentu (serapan asing).
2.
Sisipan: -in-,-em-, -el-,
dan -er-.
b. Awalan me-
1. Pembentukan dengan awalan me- memiliki aturan sebagai berikut:
- tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l,
m, n, q, r, atau w. Contoh: me- + luluh → meluluh, me-
+ makan → memakan.
- me- → mem-,
jika huruf pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me-
+ baca → membaca, me- + pukul → memukul*, me-
+ vonis → memvonis, me- + fasilitas + i → memfasilitasi.
- me- → men-,
jika huruf pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me-
+ datang → mendatang, me- + tiup → meniup*.
- me- → meng-,
jika huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h. Contoh:
me- + kikis → mengikis*, me- + gotong → menggotong,
me- + hias → menghias.
- me- → menge-,
jika kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me- + bom → mengebom,
me- + tik → mengetik, me- + klik → mengeklik.
- me- → meny-,
jika huruf pertama adalah s*. Contoh: me- + sapu → menyapu*.
2.
Huruf dengan tanda * memiliki sifat-sifat
khusus:
- Dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah
huruf vokal. Contoh: me- + tipu → menipu, me-
+ sapu → menyapu, me- + kira → mengira.
- Tidak dilebur jika huruf kedua kata dasar
adalah huruf konsonan. Contoh: me- + klarifikasi → mengklarifikasi.
- Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata
asing yang belum diserap secara sempurna. Contoh: me- + konversi
→ mengkonversi.
c.
Aturan
khusus
Ada beberapa aturan khusus
pembentukan kata turunan, yaitu:
- ber- + kerja → bekerja
(huruf r dihilangkan)
- ber- + ajar → belajar
(huruf r digantikan l)
- pe + perkosa → pemerkosa
(huruf p luluh menjadi m)
- pe + perhati → pemerhati
(huruf p luluh menjadi m)
3.
Konsensus
penggunaan kata
a.
Tiongkok dan tiknghoa
Cina adalah bentuk dan
penggunaan baku menurut KBBI.
Ada imbauan untuk menghindari kata ini atas pertimbangan kesensitifan
penafsiran. Sebagai alternatifnya diusulkan menggunakan kata "China".
Ini sebuah argumen yang tidak bisa dideskripsikan dan dijelaskan secara ilmiah bahasa,
apalagi bunyi ujaran "China" - "Cina" adalah hampir sama (China
dibaca dengan ejaan Inggris). Padanan untuk kata Cina yaitu Tiongkok
(negara), Tionghoa
(bahasa dan orang).
b.
Mayat dan mati
- mati: hindari penggunaannya dalam penulisan
biografi. Gunakan kata wafat, meninggal, gugur, atau tewas (tergantung
konteks).
- mayat: hindari penggunaannya dalam penulisan
biografi. Gunakan kata jasad atau jenazah.
c.
Pranala ke situs luar
Sebisa mungkin hindari
penggunaan kalimat seperti "Untuk informasi lebih lanjut, silakan
mengunjungi situs ini." pada artikel yang belum lengkap. Sebaiknya
pranala ke situs tersebut dimasukkan ke bagian Pranala luar dan
menambahkan Templat:Stub dengan mengetik:
{{stub}} atau {{rintisan}} di bagian akhir artikel.
4.
Kata
Hubung
a.
Penggunaan "di mana" sebagai penghubung dua klausa
Untuk menghubungkan dua klausa tidak sederajat,
bahasa Indonesia TIDAK mengenal bentuk "di mana" (padanan dalam
bahasa Inggris adalah "who", "whom", "which",
atau "where") atau variasinya ("dalam mana", dengan
mana", dan sebagainya). Penggunaan "di mana" sebagai kata
penghubung sangat sering terjadi pada penerjemahan naskah dari bahasa-bahasa Indo-Eropa
ke bahasa Indonesia. Pada dasarnya, bahasa Indonesia hanya mengenal kata
"yang" sebagai kata penghubung untuk kepentingan itu dan penggunaannya
pun terbatas. Dengan demikian, HINDARI PENGGUNAAN BENTUK "DI MANA",
apalagi "dimana", termasuk dalam penulisan keterangan rumus
matematika. Sebenarnya selalu dapat dicari struktur yang sesuai dengan kaidah
tata bahasa Indonesia.
Contoh-contoh:
1)
Dari artikel Kantin: kantine
adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum di mana para pengunjung dapat
makan .
·
Usul perbaikan:
kantine adalah sebuah ruangan di dalam sebuah gedung umum yang dapat
digunakan (oleh) pengunjungnya untuk makan.
2)
Dari artikel Tegangan permukaan: Teganganpermukaan
= F / L dimana :
F
= gaya (newton)
L
= panjang m).[sic]
·
Usul perbaikan:
Apabila F = gaya (newton) dan L = panjang (m), tegangan permukaan S
dapat ditulis sebagai S = F / L.
Di
sini tampak0C41wa "apabila" menggantikan posisi "di mana"
(ditulis di kalimat asli sebagai "dimana").
3)
Dari kalimat bahasa Inggris: Land which is to be
planted only with rice ... .
·
Usul terjemahan:
Lahan yang akan ditanami padi saja ... .
b. Kata
penghubung "sedangkan"
Kesalahan penggunaan kata
penghubung yang juga sering kali terjadi adalah yang melibatkan kata
"sedangkan". "Sedangkan" adalah kata penghubung dua klausa
berderajat sama, sama seperti "dan", "atau", serta
"sementara". Dengan demikian secara tata bahasa ia TIDAK PERNAH bisa
mengawali suatu kalimat (tentu saja lain halnya dalam susastra!). Namun justru
di sini sering terjadi kesalahan dalam penggunaannya. "Sedangkan"
digunakan untuk mengawali kalimat, padahal untuk posisi itu dapat dipakai kata
"sementara itu".
Contoh: Dari harian Jawa
Pos :
"Sebelumnya
disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini, 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT
(daftar pemilih tetap). Sedangkan jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."
Usulan perbaikan 1:
"Sebelumnya
disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini ada 6.208.951 pemilih terdaftar dalam
DPT (daftar pemilih tetap) sedangkan jumlah total TPS se-Banten ada
12.849."
Usulan perbaikan 2:
"Sebelumnya
disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini ada 6.208.951 pemilih terdaftar dalam
DPT (daftar pemilih tetap). Sementara itu, jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."