Senin, 28 Januari 2013

Penulian Kata


Penulisan Kata

1.      Berikut adalah ringkasan pedoman umum penulisan kata :
a.      Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya: ibu, percaya, kantor

b.      Kata Turunan

1.      Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya: dikelola, bergeletar, dan penetapan.
2.      Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, garis bawahi
3.      Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Mislanya: menggarisbawahi, penghacurleburan
4.      Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: adipati, mahasiswa, mancanegara.
Catatan:

1)      Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).

Misalnya:
·         non-Indonesia
·         pan-Afrikanisme

2)      Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.


Misalnya:  
·         Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
·         Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.



c.        Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misa
lnya: anak-anak, gerak-gerik

d.       Gabungan Kata

1.      Gabungan kata yang lazin disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, orang tua, kambing hitam
2.       Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Misalnya: alat pandang-dengar
3.      Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali, matahari, manasuka

e.        Kata Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya

Kapa ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: kumiliki, kauambi
l, bukuku, rumahmu, bajunya

f.       Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. Misalnya: di lemar
i ke pasar, dari Banjarmasin

g.       Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misaln
ya: sang Kancil, si pengirim

h.       Partikel

1.      Paratikel –lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik.
2.      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
3.      Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya: …per 1 April.

i.         Singkatan dan Akronim

1.      Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
·         Singkatan nama orang orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya: A.S. Kramawijaya
·         Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misanya: DPR
·         Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya: dll.
·          Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya: Cu, TNT, Rp
2.      Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
·         Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Misalnya: ABRI, LAN, IKIP
·          Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital Misalnya: Akabri, Bappenas
·          Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: pemilu, radar, rapim
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:
A.    Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazin pada kata Indonesia
B.     Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

j.        Angka dan Lambang Bilangan

1.      Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka Arab: 0, 1, 2 Angka Romawi: I, II
2.       Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas. Misalnya: 0,5 sentimeter, 100 yen
3.       Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15
4.       Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 252
5.       Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
·         Bilangan utuh. Misalnya: dua puluh dua, dua ratus dua puluh dua
·         Bilangan pecahan. Misalnya: seperenam belas, tiga dua pertiga
6.       Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya: Paku Buwono X, Bab II, Tingkat V, Abad ke-20
7.      Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara yang berikut. Misalnya: tahun ’50-an, uang 5000-an
8.      Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilagan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
9.      Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, sesunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
10.   Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinaman 250 juta rupiah.
11.   Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya: Kantor kami memunyai dua puluh orang pegawai.
12.  Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya lampirkan tanda uang sebesar Rp 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).

2.      Kata turunan
Secara umum, pembentukan kata turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang ada di bagian sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk melengkapi aturan tersebut.

a.      Jenis imbuhan

Jenis imbuhan dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
1.      Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu awalan atau akhiran.
1.      Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
2.      Akhiran: -kan, -an, -i, -lah, dan -nya
2.      Imbuhan gabungan; gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
1.      ber-an dan ber-i
2.      di-kan dan di-i
3.      diper-kan dan diper-i
4.      ke-an dan ke-i
5.      me-kan dan me-i
6.      memper-kan dan memper-i
7.      pe-an dan pe-i
8.      per-an dan per-i
9.      se-nya
10.  ter-kan dan ter-I
3.      Imbuhan spesifik; digunakan untuk kata-kata tertentu (serapan asing).
1.      Akhiran: -man, -wan, -wati, dan -ita.
2.      Sisipan: -in-,-em-, -el-, dan -er-.

b.      Awalan me-

1.      Pembentukan dengan awalan me- memiliki aturan sebagai berikut:

  • tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n, q, r, atau w. Contoh: me- + luluh → meluluh, me- + makan → memakan.
  • me-mem-, jika huruf pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me- + baca → membaca, me- + pukul → memukul*, me- + vonis → memvonis, me- + fasilitas + i → memfasilitasi.
  • me-men-, jika huruf pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me- + datang → mendatang, me- + tiup → meniup*.
  • me-meng-, jika huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h. Contoh: me- + kikis → mengikis*, me- + gotong → menggotong, me- + hias → menghias.
  • me-menge-, jika kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me- + bom → mengebom, me- + tik → mengetik, me- + klik → mengeklik.
  • me-meny-, jika huruf pertama adalah s*. Contoh: me- + sapu → menyapu*.
2.      Huruf dengan tanda * memiliki sifat-sifat khusus:
  • Dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu → menipu, me- + sapu → menyapu, me- + kira → mengira.
  • Tidak dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me- + klarifikasi → mengklarifikasi.
  • Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata asing yang belum diserap secara sempurna. Contoh: me- + konversi → mengkonversi.
c.       Aturan khusus
Ada beberapa aturan khusus pembentukan kata turunan, yaitu:
  • ber- + kerja → bekerja (huruf r dihilangkan)
  • ber- + ajar → belajar (huruf r digantikan l)
  • pe + perkosa → pemerkosa (huruf p luluh menjadi m)
  • pe + perhati → pemerhati (huruf p luluh menjadi m)
3.      Konsensus penggunaan kata

a.       Tiongkok dan tiknghoa

Cina adalah bentuk dan penggunaan baku menurut KBBI. Ada imbauan untuk menghindari kata ini atas pertimbangan kesensitifan penafsiran. Sebagai alternatifnya diusulkan menggunakan kata "China". Ini sebuah argumen yang tidak bisa dideskripsikan dan dijelaskan secara ilmiah bahasa, apalagi bunyi ujaran "China" - "Cina" adalah hampir sama (China dibaca dengan ejaan Inggris). Padanan untuk kata Cina yaitu Tiongkok (negara), Tionghoa (bahasa dan orang).

b.       Mayat dan mati

  • mati: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan kata wafat, meninggal, gugur, atau tewas (tergantung konteks).
  • mayat: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan kata jasad atau jenazah.

c.        Pranala ke situs luar

Sebisa mungkin hindari penggunaan kalimat seperti "Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi situs ini." pada artikel yang belum lengkap. Sebaiknya pranala ke situs tersebut dimasukkan ke bagian Pranala luar dan menambahkan Templat:Stub dengan mengetik:
{{stub}} atau {{rintisan}} di bagian akhir artikel. 
 
4.      Kata Hubung
a.      Penggunaan "di mana" sebagai penghubung dua klausa
Untuk menghubungkan dua klausa tidak sederajat, bahasa Indonesia TIDAK mengenal bentuk "di mana" (padanan dalam bahasa Inggris adalah "who", "whom", "which", atau "where") atau variasinya ("dalam mana", dengan mana", dan sebagainya). Penggunaan "di mana" sebagai kata penghubung sangat sering terjadi pada penerjemahan naskah dari bahasa-bahasa Indo-Eropa ke bahasa Indonesia. Pada dasarnya, bahasa Indonesia hanya mengenal kata "yang" sebagai kata penghubung untuk kepentingan itu dan penggunaannya pun terbatas. Dengan demikian, HINDARI PENGGUNAAN BENTUK "DI MANA", apalagi "dimana", termasuk dalam penulisan keterangan rumus matematika. Sebenarnya selalu dapat dicari struktur yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia.
Contoh-contoh:
1)      Dari artikel Kantin: kantine adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum di mana para pengunjung dapat makan .
·         Usul perbaikan: kantine adalah sebuah ruangan di dalam sebuah gedung umum yang dapat digunakan (oleh) pengunjungnya untuk makan.
2)      Dari artikel Tegangan permukaan: Teganganpermukaan = F / L dimana :
F = gaya (newton)
L = panjang m).[sic]
·         Usul perbaikan: Apabila F = gaya (newton) dan L = panjang (m), tegangan permukaan S dapat ditulis sebagai S = F / L.
Di sini tampak0C41wa "apabila" menggantikan posisi "di mana" (ditulis di kalimat asli sebagai "dimana").
3)      Dari kalimat bahasa Inggris: Land which is to be planted only with rice ... .
·         Usul terjemahan: Lahan yang akan ditanami padi saja ... .

b.      Kata penghubung "sedangkan"

Kesalahan penggunaan kata penghubung yang juga sering kali terjadi adalah yang melibatkan kata "sedangkan". "Sedangkan" adalah kata penghubung dua klausa berderajat sama, sama seperti "dan", "atau", serta "sementara". Dengan demikian secara tata bahasa ia TIDAK PERNAH bisa mengawali suatu kalimat (tentu saja lain halnya dalam susastra!). Namun justru di sini sering terjadi kesalahan dalam penggunaannya. "Sedangkan" digunakan untuk mengawali kalimat, padahal untuk posisi itu dapat dipakai kata "sementara itu".
Contoh: Dari harian Jawa Pos :
"Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini, 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap). Sedangkan jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."
Usulan perbaikan 1:
"Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini ada 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap) sedangkan jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."

Usulan perbaikan 2:
"Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini ada 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap). Sementara itu, jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."

Penulian Kata


Penulisan Kata

1.      Berikut adalah ringkasan pedoman umum penulisan kata :
a.      Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya: ibu, percaya, kantor

b.      Kata Turunan

1.      Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya: dikelola, bergeletar, dan penetapan.
2.      Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, garis bawahi
3.      Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Mislanya: menggarisbawahi, penghacurleburan
4.      Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: adipati, mahasiswa, mancanegara.
Catatan:

1)      Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).

Misalnya:
·         non-Indonesia
·         pan-Afrikanisme

2)      Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.


Misalnya:  
·         Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
·         Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.



c.        Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misa
lnya: anak-anak, gerak-gerik

d.       Gabungan Kata

1.      Gabungan kata yang lazin disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, orang tua, kambing hitam
2.       Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Misalnya: alat pandang-dengar
3.      Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali, matahari, manasuka

e.        Kata Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya

Kapa ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: kumiliki, kauambi
l, bukuku, rumahmu, bajunya

f.       Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. Misalnya: di lemar
i ke pasar, dari Banjarmasin

g.       Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misaln
ya: sang Kancil, si pengirim

h.       Partikel

1.      Paratikel –lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik.
2.      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
3.      Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya: …per 1 April.

i.         Singkatan dan Akronim

1.      Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
·         Singkatan nama orang orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya: A.S. Kramawijaya
·         Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misanya: DPR
·         Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya: dll.
·          Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya: Cu, TNT, Rp
2.      Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
·         Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Misalnya: ABRI, LAN, IKIP
·          Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital Misalnya: Akabri, Bappenas
·          Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: pemilu, radar, rapim
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:
A.    Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazin pada kata Indonesia
B.     Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

j.        Angka dan Lambang Bilangan

1.      Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka Arab: 0, 1, 2 Angka Romawi: I, II
2.       Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas. Misalnya: 0,5 sentimeter, 100 yen
3.       Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15
4.       Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 252
5.       Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
·         Bilangan utuh. Misalnya: dua puluh dua, dua ratus dua puluh dua
·         Bilangan pecahan. Misalnya: seperenam belas, tiga dua pertiga
6.       Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya: Paku Buwono X, Bab II, Tingkat V, Abad ke-20
7.      Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara yang berikut. Misalnya: tahun ’50-an, uang 5000-an
8.      Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilagan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
9.      Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, sesunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
10.   Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinaman 250 juta rupiah.
11.   Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya: Kantor kami memunyai dua puluh orang pegawai.
12.  Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya lampirkan tanda uang sebesar Rp 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).

2.      Kata turunan
Secara umum, pembentukan kata turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang ada di bagian sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk melengkapi aturan tersebut.

a.      Jenis imbuhan

Jenis imbuhan dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
1.      Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu awalan atau akhiran.
1.      Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
2.      Akhiran: -kan, -an, -i, -lah, dan -nya
2.      Imbuhan gabungan; gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
1.      ber-an dan ber-i
2.      di-kan dan di-i
3.      diper-kan dan diper-i
4.      ke-an dan ke-i
5.      me-kan dan me-i
6.      memper-kan dan memper-i
7.      pe-an dan pe-i
8.      per-an dan per-i
9.      se-nya
10.  ter-kan dan ter-I
3.      Imbuhan spesifik; digunakan untuk kata-kata tertentu (serapan asing).
1.      Akhiran: -man, -wan, -wati, dan -ita.
2.      Sisipan: -in-,-em-, -el-, dan -er-.

b.      Awalan me-

1.      Pembentukan dengan awalan me- memiliki aturan sebagai berikut:

  • tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n, q, r, atau w. Contoh: me- + luluh → meluluh, me- + makan → memakan.
  • me-mem-, jika huruf pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me- + baca → membaca, me- + pukul → memukul*, me- + vonis → memvonis, me- + fasilitas + i → memfasilitasi.
  • me-men-, jika huruf pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me- + datang → mendatang, me- + tiup → meniup*.
  • me-meng-, jika huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h. Contoh: me- + kikis → mengikis*, me- + gotong → menggotong, me- + hias → menghias.
  • me-menge-, jika kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me- + bom → mengebom, me- + tik → mengetik, me- + klik → mengeklik.
  • me-meny-, jika huruf pertama adalah s*. Contoh: me- + sapu → menyapu*.
2.      Huruf dengan tanda * memiliki sifat-sifat khusus:
  • Dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu → menipu, me- + sapu → menyapu, me- + kira → mengira.
  • Tidak dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me- + klarifikasi → mengklarifikasi.
  • Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata asing yang belum diserap secara sempurna. Contoh: me- + konversi → mengkonversi.
c.       Aturan khusus
Ada beberapa aturan khusus pembentukan kata turunan, yaitu:
  • ber- + kerja → bekerja (huruf r dihilangkan)
  • ber- + ajar → belajar (huruf r digantikan l)
  • pe + perkosa → pemerkosa (huruf p luluh menjadi m)
  • pe + perhati → pemerhati (huruf p luluh menjadi m)
3.      Konsensus penggunaan kata

a.       Tiongkok dan tiknghoa

Cina adalah bentuk dan penggunaan baku menurut KBBI. Ada imbauan untuk menghindari kata ini atas pertimbangan kesensitifan penafsiran. Sebagai alternatifnya diusulkan menggunakan kata "China". Ini sebuah argumen yang tidak bisa dideskripsikan dan dijelaskan secara ilmiah bahasa, apalagi bunyi ujaran "China" - "Cina" adalah hampir sama (China dibaca dengan ejaan Inggris). Padanan untuk kata Cina yaitu Tiongkok (negara), Tionghoa (bahasa dan orang).

b.       Mayat dan mati

  • mati: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan kata wafat, meninggal, gugur, atau tewas (tergantung konteks).
  • mayat: hindari penggunaannya dalam penulisan biografi. Gunakan kata jasad atau jenazah.

c.        Pranala ke situs luar

Sebisa mungkin hindari penggunaan kalimat seperti "Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi situs ini." pada artikel yang belum lengkap. Sebaiknya pranala ke situs tersebut dimasukkan ke bagian Pranala luar dan menambahkan Templat:Stub dengan mengetik:
{{stub}} atau {{rintisan}} di bagian akhir artikel. 
 
4.      Kata Hubung
a.      Penggunaan "di mana" sebagai penghubung dua klausa
Untuk menghubungkan dua klausa tidak sederajat, bahasa Indonesia TIDAK mengenal bentuk "di mana" (padanan dalam bahasa Inggris adalah "who", "whom", "which", atau "where") atau variasinya ("dalam mana", dengan mana", dan sebagainya). Penggunaan "di mana" sebagai kata penghubung sangat sering terjadi pada penerjemahan naskah dari bahasa-bahasa Indo-Eropa ke bahasa Indonesia. Pada dasarnya, bahasa Indonesia hanya mengenal kata "yang" sebagai kata penghubung untuk kepentingan itu dan penggunaannya pun terbatas. Dengan demikian, HINDARI PENGGUNAAN BENTUK "DI MANA", apalagi "dimana", termasuk dalam penulisan keterangan rumus matematika. Sebenarnya selalu dapat dicari struktur yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia.
Contoh-contoh:
1)      Dari artikel Kantin: kantine adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum di mana para pengunjung dapat makan .
·         Usul perbaikan: kantine adalah sebuah ruangan di dalam sebuah gedung umum yang dapat digunakan (oleh) pengunjungnya untuk makan.
2)      Dari artikel Tegangan permukaan: Teganganpermukaan = F / L dimana :
F = gaya (newton)
L = panjang m).[sic]
·         Usul perbaikan: Apabila F = gaya (newton) dan L = panjang (m), tegangan permukaan S dapat ditulis sebagai S = F / L.
Di sini tampak0C41wa "apabila" menggantikan posisi "di mana" (ditulis di kalimat asli sebagai "dimana").
3)      Dari kalimat bahasa Inggris: Land which is to be planted only with rice ... .
·         Usul terjemahan: Lahan yang akan ditanami padi saja ... .

b.      Kata penghubung "sedangkan"

Kesalahan penggunaan kata penghubung yang juga sering kali terjadi adalah yang melibatkan kata "sedangkan". "Sedangkan" adalah kata penghubung dua klausa berderajat sama, sama seperti "dan", "atau", serta "sementara". Dengan demikian secara tata bahasa ia TIDAK PERNAH bisa mengawali suatu kalimat (tentu saja lain halnya dalam susastra!). Namun justru di sini sering terjadi kesalahan dalam penggunaannya. "Sedangkan" digunakan untuk mengawali kalimat, padahal untuk posisi itu dapat dipakai kata "sementara itu".
Contoh: Dari harian Jawa Pos :
"Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini, 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap). Sedangkan jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."
Usulan perbaikan 1:
"Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini ada 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap) sedangkan jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."

Usulan perbaikan 2:
"Sebelumnya disebutkan, dalam pilgub Banten kali ini ada 6.208.951 pemilih terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap). Sementara itu, jumlah total TPS se-Banten ada 12.849."